Situs ini berada di Karangtengah, Imogiri, Bantul tepatnya di Dusun Mojolegi dan Karangrejek. Lokasinya berada dalam komplek makam Kyai Sekarsari dan Nyai Ambarsari, Kyai Loso, Petilasan Pangeran Bendo, dan Mushala Gaib Cempluk Nangka. Tempat ini cukup sulit dijangkau karena berada di tengah hutan di sebuah bukit.
Situs ini merupakan sumber mata air yang terletak di atas bukit batu. Tampak bahwa permukaan bukit batu tersebut memiliki rekahan yang memanjang. Hanya saja di beberapa titik pada rekahan tersebut memiliki kedalaman yang lebih dibanding yang laian dan disinilah yang mengeluarkan air. Panjang rekahan sekitar 8m. Menurut sumber setempat, situs Watu Wedok terjadi berkaitan dengan pencarian lahan yang direncanakan untuk komplek Raja-raja Mataram yang dilakukan oleh Sultan Agung. Saat sampai di lokasi ini Sultan Agung dan abdi dalem yaitu Kyai Ambasekar, Nyai Ambersari, dan Kyai Loso merasa kehausan. Sultan Agung lantas menancapkan tongkatnya diatas permukaan bukit batu. Ia melakukan itu beberapa kali dan dengan menyeretnya . Secara ajaib bekas tusukan tongkat mengeluarkan air hingga saat ini. Sumber air ini dinamai Watu Wedok karena wujud fisiknya menyerupai kelamin wanita.
CANDI GAMPINGAN
Terletak di Dusun Gampingan, Sitimulyo, Piyungan, Bantul. Ditemukan oleh Bp. Sarjono pada Juni 1995 sewaktu menggali tanah untuk membuat batu bata ditanah milik Ibu Mulyo Prawiro. Di Candi Gampingan ditemukan struktur bangunan berupa candi dari bahan batu putih. Berdasar gaya bangunan dan arca yang terdapat di candi, Candi Gampingan menunjukkan ciri abad 19 M. candi ini terletak pada ketinggian 56m dpl dengan kedalaman 120 cm dibawah permukaan tanah.
Di komplek Candi Gampingan terdapat 7 buah bangunan dari batu putih yang kondisinya tinggal sisa-sisanya. Salah satunya berukuran 4,64 x 4,65 m dan diperkirakan sebagai bangunan induk. Didalamnya ditemukan 3 buah Arca Diyani Budha Vairacana dari perunggu, Arca Jhambala dan Arca Candralakeswara dari batu andesit, 1 buah fragmen arca dari keramik, 8 buah miniatur benda emas, 1 buah cincin emas, serta fragmen-fragmen gerabah. Fragmen arca yang ditemukan di dalam sumuran candi induk terbuat dari keramik dengan glasir warna hijau berukuran tinggi 6,5cm; lebar 6,3cm; tebal 3,8 cm. Bagian arca yang ditemukan adalah kaki kanan , tangan – lengan kanan,dan memakai gelang. Diduga merupakan arca Budha Aksabhya sebagai Dhyani Buddha yang kedua. Aksbhya digambarkan bersikap tangan Bhumisparsamodra (untuk tangan kanan) dan Dhyanamudra (untuk tangan kiri). Dari arca-arca yang ditemukan diperkirakan Candi Gampingan merupakan Candi Budha yang menempatkan Dewa Jambhala sebagai dewa utama yang dipuja. Sedang Arca Candralakeswara yang ditemukan menunjukkan aliran tantrisme dan Budha Mahayana.
PESANGGRAHAN AMBARBINANGUN
Situs ini sekarang bernama Pondok Pemuda Ambarbinangun. Pada mulanya adalah sebuah pesanggrahan yaitu bangunan berupa taman kerajaan yang eksklusif milik Kasultanan Ngayogyakarta. Pesanggrahan ini dibangun pada masa HB VI oleh seorang pengusaha Belanda bernama Wenschang. Berdasar huruf Jawa kuno pada tugu prasasti I, pembangunannya selesai pada tahun 1784 Jawa/1855 M. Atas jasanya, HB VI menganugerahi Wenschang gelar Nayoko ( setingkat menteri ).
Pada masa Pemerintahan HB VII, dilakukan perbaikan dan perubahan pada pesanggrahan ini. Pertama Gedong Papak yang semula kolam diubah menjadi 6 KM dan WC. Kedua, untuk keamanan dan memperlancar kluar masuknya kendaraan raja, jalan menuju Dusun Tempuran dipindah dari barat ke utara.
Pada masa HB VIII pengisian air kolam di pesanggrahan yang semula dari Kedung Bayem diganti mata air dari Dusun Tempuran memakai pipa-pipa besi.
Pada masa HB IX, tempat ini masih dipakai untuk rekreasi sampai masa penjajahan Jepang dan kemudian dipakai untuk pusat latihan Kaibodan dan Sainendan. Masa class II terutama Gedung Pangeran dipakai sebagai gudang obat-obatan dan senjata tentara RI. Tetapi karena Belanda mengetahui lokasi dan fungsi gedung tersebut, oleh tentara RI gedung tersebut dibakar supaya tidak direbut Belanda.
Setelah kemerdekaan, pesangrahan ini sempat dipakai sebagai Kantor Pemkab Bantul (1949-1952), Kantor Kepanewan Kasihan ( 1952-1964 ), asrama LKPS ( Latihan Kemiliteran Pegawai Sipil ). Saat ini pesangrahan dipakai untuk kantor Lembaga Cabang Pendidikan Kader Pramuka ( Lemcadika ) Wiradarma, Graha Satriya Bnagsa Yogyakarta ( Tae Kwon Do Centre ) dan Gedung Pondok Pemuda.
WATU GILANG BATURETNO
Berada di Dusun Gilang, Batruretno, Banguntapan, Bantul. Watu gilang berupa batu monolith dari batu tuffa berbentuk 4 persegi panjang dengan ukuran alas 255 x 200 x 100 cm dan ukuran permukaan 240 x 230 cm. Bagian atasnya rata dan ditengah-tengahnya terdapat lobang sedalam 15 cm dengan diameter 18 cm.
WARISAN BUDAYA PAYAK
Warisan Budaya Payak atau dikenal dengan Situs Payak terletak di Dusun Bintaran Wetan, Srimulyo, Piyungan. Situs ini ditemukan tahun 1970-an oleh para pembuat batu bata. Situs Payak merupakan petirtaan kuno yang mempunyai ketingian 72,18 dpl, sedangkan bangunnnya berada 6m di bawah permukaan tanah. Bangunan di Situs Payak berupa bekas tempat pemandian yang terbuat dari batu putih yang berbentuk U. Dibawah bangunan U ini terdapat olam dengan ukuran 3,12 x 1,86 m dengan kedalaman 60 cm. Pada dinding sisi barat laut terdapat relung untuk Arca Dewa Siwa. Disitus ini ditemukan Arca DEwa Siwa, fragmen-fragmen gerabah, dan wadah peripih dengan lubang sebanyak 17 buah yang melambangkan Wastu Purusa Mandala yaitu diagram yang berfungsi sebagai rancangan metafisika dan tata letak bangunan. Peripih tersebut terdiri atas lempengan emas dan perak. Melihat banyaknya artefak, kemungkinan dulunya dipakai untuk upacara keagamaan. Diperkirakan merupakan tempat pengambilan air suci pada upacara keagamaan Hindu.